FREEMASONRY DI INDONESIA: NYATA ATAU FISKI BELAKA?

Editor: Muhammad Dicky Syaifudin

Konten: Rifky Agnia

Oleh : Farhanna Nurul Azzahra

Belakangan ini, istilah konspirasi marak terdengar. Konspirasi mendadak jadi topik kegemaran pengguna dunia maya, serta tidak jarang  dikait-kaitkan dengan organisasi-organisasi sangat rahasia yang mengundang kecurigaan. Beberapa teori konspirasi yang jika dibaca dengan lebih teliti yang memiliki kemiripan dengan teori cocokologi itu sering menjadikan organisasi semacam Freemasonry sebagai kambing hitam dari beberapa peristiwa penting yang menggemparkan dunia.

            Sekalipun banyak teori yang tidak masuk akal, tak ayal masyarakat awam pun jadi familiar dengan nama-nama organisasi seperti Freemasonry. Sayangnya, masih banyak yang tidak tahu dan menyangsikan bahwa apakah Freemasonry benar-benar ada atau hanya fiksi belaka, dan kalau pun memang benar-benar ada, apa buktinya? Apakah organisasi rahasia ini hanya ada di tanah Eropa sana, atau ada di Indonesia juga?

Sedikit Kenalan Dengan Freemasonry

            Karena banyak yang belum mengetahui secara pasti apa itu Freemasonry dan kebanyakan teori konspirasi yang bersebaran di media memiliki konotasi yang buruk terhadap organisasi ini. Banyak orang yang menyangka bahwa Freemasonry adalah sejenis aliran agama yang tidak memercayai keberadaan Tuhan, maka dari itu organisasi ini memunculkan ketakutan masyarakat awam.

            Faktanya tentu saja tidak demikian. Freemasonry bukan sebuah aliran agama apalagi aliran pemujaan setan. Freemasonry (atau dalam bahasa Belanda bernama vrijmetselarij) adalah sebuah organisasi perkumpulan persaudaraan yang mulai terbentuk di Eropa sekitar awal abad ke-18. Dalam buku Verschuivingen in Het Maçonnieke Landschap 1950-2005‘ (2006) karya Heydanus, kata ‘free’ pada Freemason merujuk pada kebebasan dalam bentuk apapun, lalu kata ‘mason’ berasal dari bahasa Prancis ‘macon’ yang artinya tukang batu. Kebebasan yang dimaksud di sini berarti kebebasan berpikir, kebebasan berpendapat dan juga kebebasan beragama, sedangkan tukang batu dapat diartikan sebagai arsitek atau orang-orang yang memiliki pemikiran pembangunan yang luas.

            Memang, pada mulanya Freemasonry merupakan serikat-serikat perkumpulan tukang batu pada Abad Pertengahan yang cukup terpandang dalam masyarakat dan begitu mengagumi karya arsitektur. Hal ini digambarkan pada lambang Freemasonry yang berbentuk penggaris dan jangka, serta pada bangunan-bangunan hasil karya arsitek Mason (sebutan bagi anggota Freemasonry) yang penuh dengan nilai seni serta simbol-simbol Masonik.

Tujuan dan aktivitas Freemasonry justru lebih banyak berfokus pada bidang sosial, khususnya pada bidang pendidikan. Sejak awal didirikannya, tugas seorang Mason adalah untuk menciptakan suatu masyarakat yang sejahtera dan toleran baik dalam kehidupan sosial, ekonomi, budaya, maupun rohani.

            Meskipun penyebaran organisasi ini terhitung cepat ke seluruh dunia dan keberadaannya telah diketahui banyak orang, segala aktivitas yang dilakukan Freemasonry tebilang sangat rahasia dan nyaris tidak terlihat. Besar sekali kemungkinan bahwa hal ini disebabkan karena banyaknya penulis dan kaum yang sentimen terhadap kehadiran Freemasonry sejak awal didirikannya.

Freemasonry Ada di Indonesia?

            Rupanya, Freemasonry tidak hanya melebarkan sayapnya di daratan Eropa saja. Mereka juga turut menyebarkan pengaruhnya ke daratan Asia, termasuk Indonesia, sebagai salah satu wilayah persebarannya. Nah, kenapa Freemason turut melebarkan sayapnya di Indonesia atau yang pada abad 18-an bernama Hindia Belanda?

            Semuanya berawal dari keberadaan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang didirikan di Hindia Belanda pada 1602. Perkembangannya yang pesat dan seketika membuat VOC menjadi penguasa sektor perdagangan serta perekonomian membuat Hindia Belanda menjadi tempat yang potensial untuk persebaran sebuah  paham atau organisasi baru.

Hal tersebut yang membuat Joan Cornelius Radermakher, seorang petinggi agung Freemasonry dari Belanda, turut membawa perkumpulan Freemasonry bersama orang-orang yang memegang jabatan penting di VOC pada tahun 1756.  Radermakher kemudian memutuskan untuk mendirikan loji Freemasonry (tempat berkumpulnya para Mason) pertama di Hindia Belanda.

La Choise, yang dalam Bahasa Indonesia memiliki arti ‘Terpilih’, dibangun di Batavia pada 1762. Pembangunan loji yang terbilang cepat itu di latar belakangi oleh fakta bahwa Radermakher mampu menyebar pemikirannya kemudian menarik pengikut dari berbagai kalangan saudagar di Nusantara.

Namun, sekalipun menjadi loji pertama yang dibangun, keberadaan La Choisie tidak bertahan lama. Barangkali hal ini merupakan akibat dari kepulangan sementara Radermakher ke Belanda pada tahun 1764 yang membuat keadaan loji menjadi tidak terurus. Akan tetapi, hal itu tidak menghalangi pembangunan loji lain yang muncul setelah La Choisie resmi ditutup.

Loji La Fidele Sincerite (Kesetiaan Yang Ikhlas), atau yang lebih dikenal sebagai “The Blue Lodge”, merupakan loji kedua yang di bangun oleh para anggota Mason yang berprofesi sebagai pelaut dan militer. Loji lain pun di dirikan tak lama setelah The Blue Lodge, yaitu sebuah loji bernama La Vertueuse (Kebajikan) atau “The Yellow Lodge” yang di bangun oleh Pejabat Pemerintah Belanda.

Pembangunan loji kemudian tidak berfokus hanya di daerah Batavia saja, tetapi juga dilakukan di kota-kota besar lain seperti Bandung dan Semarang. Fungsi dari loji-loji ini selain sebagai tempat pertemuan anggota Mason juga sebagai tempat berdirinya perpustakaan yang dapat memfasilitasi warga setempat dengan buku-buku bacaan dengan tujuan memberikan pendidikan.

Siapa Saja Tokoh Freemason di Indonesia?

Membicarakan tentang perkumpulan persaudaraan yang serba misterius ini tentu tidak akan terlepas dari siapa saja tokoh yang berada di baliknya. Selain orang-orang Belanda dari VOC yang dibawa oleh Joan Cornelius Radermakher sendiri, Freemasonry juga membuka keanggotaan untuk orang-orang Nusantara, khususnya bagi mereka yang memiliki nama dan jabatan yang cukup terpandang di kalangan masyarakat.

Akan tetapi, informasi mengenai siapa saja tokoh-tokoh anggota Freemasonry di Nusantara masih belum diketahui secara mendalam dikarenakan catatan-catatan dan buku-buku peninggalan mereka yang tercecer semenjak keberadaan organisasi persaudaraan ini ditutup dan dilarang oleh Presiden Soekarno pada 27 Februari 1961. Tidak hanya Tarekat Mason Bebas saja, beberapa perkumpulan lainnya pun ditutup dan dilarang melakukan kegiatan seperti Rotary, Moral Re-armament, dan Rosicrucian. Salah satu tokoh yang diketahui merupakan seorang anggota Mason adalah Raden Saleh, seorang pelukis Jawa termashyur dengan karya-karya yang telah diakui oleh banyak pihak. Beliau dilantik sebagai anggota Freemasonry pada tahun 1836 bertempat di loji Den Haag, Belanda.

Minimnya informasi mengenai keanggotaan Freemasonry tidak menutupi fakta bahwa memang organisasi persaudaraan ini pernah menginjakkan kakinya di Nusantara. Bahkan, sekalipun tarekat ini telah dilarang keberadaannya sejak puluhan tahun lalu, besar sekali kemungkinan bahwa mereka masih ada diluar sana, berkumpul dan melakukan kegiatan secara diam-diam tanpa kita sadari.

Apa Saja Peninggalan Freemason di Indonesia?

Sebagai sebuah organisasi besar yang telah ada sejak ratusan tahun lamanya, Tarekat Mason Bebas tentu meninggalkan sesuatu pada setiap tempat yang pernah di singgahi oleh mereka, termasuk Indonesia. Sesuatu itu dapat berbentuk buku, catatan, dokumen, bahkan gedung-gedung besar yang masih ada hingga saat ini. Sayangnya, sehubungan dengan penutupan dan pelarangan aktivitas Mason pada tahun 1961, ribuan catatan dan dokumen penting milik Freemasonry turut di musnahkan. Hanya sedikit sekali yang tersisa hingga saat ini, dan keberadaannya pun tercecer. Peninggalan yang masih ada sampai sekarang hanyalah berupa bangunan-bangunan yang tersebar di beberapa kota di Indonesia.

A. Masjid Al-Ukhuwah, Bandung.

Sebelum.

Sumber :  Gedenkboek van de Vrijmetselarij in Nederlandsch Oost Indie 1767-1917.

Sesudah.

Jauh sebelum Masjid al-Ukhuwah di Bandung berdiri pada tahun 1998, tempat itu dulunya merupakan gedung loji Freemasonry terbesar di Bandung. Memiliki nama loji Sint Jan, gedung megah berpilar empat itu memiliki julukan yang cukup menyeramkan pada masa lalu, yaitu gedung setan.

Mungkin saja hal ini dikarenakan aktivitas yang dilakukan dalam gedung selalu dilakukan di malam hari, di saat semua orang sudah terlelap setelah berkegiatan selama satu hari penuh. Selain itu, berdasarkan pengakuan masyarakat setempat, suara-suara aneh kerap terdengar dari dalam gedung ini pada malam hari. Suara-suara yang terdengar itu bukanlah seperti suara orang mengaji, melainkan seperti suara orang yang tengah menyanyikan lagu tertentu.

Pada kenyataannya, loji Sint Jan merupakan loji paling aktif yang kerap mengadakan aktivitas sosial dalam rangka mencerdaskan warga Bandung kala itu. Seiring dengan kebijakan Presiden Soekarno dalam menghapus segala bentuk pengaruh ideologi barat pada tahun 1960, gedung ini diratakan dengan tanah. Sebuah gedung pengganti sempat dibangun setelahnya dan diberi nama Graha Pancasila. Gedung itu dimanfaatkan untuk berbagai macam kegiatan pertemuan maupun pertunjukan seni. Setelah gedung itu terbengkalai lalu akhirnya dirobohkan, pada tahun 1996 sebuah masjid di bangun di tempat itu lalu diresmikan pada tahun 1998 dengan nama Masjid Al-Ukhuwah.

B. Kimia Farma, Jakarta.

Sebelum.

Sumber : Stevens, T. (2004). Tarekat Mason Bebas dan masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia, 1764-1962. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Sesudah.

Sumber : Stevens, T. (2004). Tarekat Mason Bebas dan masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia, 1764-1962. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Loji Bintang Timur, atau dalam bahasa Belanda bernama “De Ster in het Oosten” yang terletak di Jakarta Pusat ini dulunya merupakan salah satu loji teraktif di Batavia. Mulai digunakan sebagai loji pada tahun 1854 dan berakhir pada tahun 1934, kini gedung bekas loji digunakan sebagai kantor dari perusahaan Kimia Farma.

C. Gedung Bappenas, Jakarta.

Sebelum.

Sumber : Stevens, T. (2004). Tarekat Mason Bebas dan masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia, 1764-1962. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Sesudah.

Sumber : Stevens, T. (2004). Tarekat Mason Bebas dan masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia, 1764-1962. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Keberadaan loji Bintang Timur berpindah pada tahun 1934 ke gedung baru bernama Adhuc Stat. Dirancang oleh Ir. N. E Burkoven dan terletak di Jl. Teuku Umar, bangunan utama dalam gedung ini memang terasa sangat kolonial dan memiliki berbagai macam arsitektur yang sangat erat kaitannya dengan Freemasonry. Kini, gedung tersebut digunakan sebagai kantor Bappenas.

D. Museum Fatahillah, Jakarta

Sebelum.

Ridyasmara, R. and Ikhwan, M. (2014). The Jacatra Secret. Yogyakarta: Penerbit Bentang.

Sesudah.

Ridyasmara, R. and Ikhwan, M. (2014). The Jacatra Secret. Yogyakarta: Penerbit Bentang.

Dibangun pada masa pemerintahan VOC di Batavia, gedung yang semula digunakan sebagai balaikota ini dahulu bernama Stadhuis. Selain menjadi balaikota, gedung ini pun befungsi sebagai Kantor Catatan Sipil, Pengadilan, dan tempat orang beribadah pada hari Minggu. Meskipun tidak digunakan sebagai loji Freemason, rupanya terdapat simbol-simbol khas Masonik yang tersebar di beberapa penjuru Stadhuis.

Ridyasmara, R. and Ikhwan, M. (2014). The Jacatra Secret. Yogyakarta: Penerbit Bentang

Gerbang utama Stadhuis, misalnya. Gerbang dengan bentuk melengkung ini terdiri dari 13 batu, dengan batu tengah berpahatkan simbol bunga Mawar atau Lotus yang memiliki 13 bagian pula. Angka 13 memang menjadi suatu angka ‘keberuntungan’ bagi Freemasonry. Batu tengah atau keystone yang terdapat pada gerbang pun merupakan peninggalan dari arsitek Mason yang sangat mencintai segala bentuk detail.

Daftar Pustaka

Buku

Nugraha, I. (2001). Mengikis Batas Timur dan Barat : Gerakan Theosofi dan Nasionalisme Indonesia. Jakarta: Komunitas Bambu.

Ridyasmara, R. and Ikhwan, M. (2014). The Jacatra Secret. Yogyakarta: Penerbit Bentang.

Stevens, T. (2004). Tarekat Mason Bebas dan masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia, 1764-1962. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Van der Veur, P. and Purbawati, J. (2012). Freemasonry di Indonesia. Jakarta: Ufuk Press.

Koran

Pikiran Rakyat, edisi 7 Februari 2016.

Website

Kesaksian Lelaki 90 Tahun Soal ‘Rumah Setan’ Freemasonry. [online] Available at: <https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160201212909-20-108179/kesaksian-lelaki-90-tahun-soal-rumah-setan-freemasonry&gt; [Accessed 7 August 2020]

youtube.com. 2018. Menelusuri Jejak Freemason Di Jakarta. [online] Available at: <https://www.youtube.com/watch?v=-ohBgiYaCqs&gt; [Accessed 7 August 2020].

Posted in: Tidak Dikategorikan

Tinggalkan komentar